Kesaksian Taufiq Ismail
Pesawat Garuda GA 162 dari Padang,
mendarat mulus di Bandara Soekarno Hatta, Senin (13/12). Saya dan istri
ada di pesawat yang sama. Kami yang duduk di bagian ekonomi, tak tahu
persis siapa saja gerangan yang duduk di kelas eksekutif.
Perjalanan 90 menit setelah selesai,
kami harus bergegas untuk urusan masing-masing. Di antara yang bergegas
itu, ada Gubernur Sumbar, Prof. Irwan Prayitno.
Para penumpang kelas eksekutif dijemput
dengan mobil khusus, namun karena Irwan duduk di kelas ekonomi, maka
naik buslah ia bersama-sama kami. Bergelantungan. Apa adanya.
Menurut saya ada gubernur di Indonesia
yang duduk di kelas ekonomi dalam sebuah penerbangan adalah istimewa.
Mungkin bagi orang lain tidak. Kabarnya Gamawan Fauzi juga begitu ketika
ia jadi gubernur. Pemilik Singgalang, Basril Djabar, juga begitu, meski
ia sudah jadi komisaris PT Semen Padang.
Gubernur Irwan terlihat oleh istri saya
melangkah ke ruang ekonomi. Di sini rakyat badarai memilih tempat duduk,
sesuai kemampuan keuangan masing-masing. Tidak seorang pun di antara
kami yang akan berkecil hati, jika Irwan Prayitno, duduk di eksekutif,
sebab ia gubernur. Kami bangga kalau gubernur duduk di kursi yang
nyaman.
Namun saya tak percaya, kenapa ia
melangkah ke ruang rakyat ini. Saya dan istri duduk di kursi 5 AB,
Gubernur Irwan justru lebih ke belakang lagi, 12 C. Kami berbasa-basi
sejenak, lantas Irwan meluncur ke belakang, tenggelam di kursinya.
Saya sudah lama juga hidup, sering naik
pesawat bersama banyak orang dari pejabat tinggi hingga orang biasa.
Bagi saya ada gubernur rendah hati seperti ini, menjadi obat. Ia tak
berjarak dengan rakyat. Ia tampil apa adanya.
Begitulah ketika Garuda mendarat di
Cengkareng, kami tak bisa pakai pintu garbarata, sehingga harus dijemput
pakai bus besar. Semua penumpang kelas ekonomi naik ke sana. Juga
Gubernur Sumbar.
Bersama kami, ia berdesak-desakan dan
bergelentungan. Bagi saya ini memang luar biasa, ketika para pejabat
kita merasa risih duduk di kelas ekonomi. Bagi saya ini juga sebuah
keteladanan, ketika di banyak bandara, ada lahan parkir khusus untuk
pejabat, persis di mulut pintu kedatangan.
Naik train
Jika di Indonesia, para menteri, kepala
daerah menggunakan jasa transportasi umum dapat dinilai sebagai hal yang
luar biasa. Tidak demikian halnya di negara-negara maju di Eropa,
seperti Belanda, Inggris dan Jerman.
Dalam keseharian, belakangan ini,
pemandangan seperti itu di negara-negara yang disebutkan tadi bukanlah
pemandangan yang aneh. Bahkan, mereka menggunakan transportasi umum
tanpa pengawalan.
Di Eropa sana, menteri, gubernur maupun
walikota sudah terbiasa naik train, bus. Sedangkan mobil dinas mereka
diperlukan sewaktu-waktu untuk mengangkut dokumen-dokumen sang mentri
maupun kepala daerah.
Menurut Willy Laurens, 61, pengusaha
nasional Belanda, yang merupakan indo Belanda Depok, belakangan ini
pemerintah setempat menganjurkan para menteri untuk menggunakan
transportasi umum, hal itu dilakukan untuk mengurangi defisit anggaran.
Belanda tahun ini mengalami defisit anggaran untuk bidang militer.
Sedangkan Jerman dan Inggris melakukan pengurangan defisit anggaran
hingga 40 persen untuk periode 2010-2014, sebagai bagian dari upaya
konsolidasi fiskal.
(Taufiq Ismail seperti dituturkan pada Susilo Abadi Piliang)
http://www.hariansinggalang.co.id/sgl.php?module=detailberita&id=2466
14 Desember 2010
Gubernur Duduk di Kelas Ekonomi
Selasa, Desember 14, 2010
Kisah Teladan